1.
PENGERTIAN
KORUPSI
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik,
menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun
pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalah
gunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan
keuntungan sepihak. Dalam arti
yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalah gunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi.
Korupsi merupakan fenomena sosial yang
hingga kini masih belum dapat diberantas oleh manusia secara maksimal. Korupsi
tumbuh seiring dengan berkembangnya peradaban manusia. Tidak hanya di negeri
kita tercinta, korupsi juga tumbuh subur di belahan dunia yang lain, bahkan di Negara
yang dikatakan paling maju sekalipun. Mengutip Muhammad Zein, korupsi merupakan
kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Korupsi adalah produk dari
sikap hidup satu kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar
kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibat dari korupsi ketimpangan
antara si miskin dan si kaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan politisi
korup bisa masuk kedalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati.
Mereka juga memiliki status sosial yang tinggi.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah
laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi
Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan
korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan
Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana
pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi
moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan
administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk
menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing),
memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya
yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak
korupsi.
2.
UNSUR
TINDAK PIDANA KORUPSI
Dari sudut
pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
·
perbuatan melawan hukum,
·
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi,
dan
·
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
3.
JENIS
TINDAK PIDANA KORUPSI DAN MACAM-MACAM KORUPSI
Jenis tindak
pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah:
·
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
·
penggelapan dalam jabatan,
·
pemerasan dalam jabatan,
·
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara),
·
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara).
Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31
Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi.
33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
1. Korupsi
yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi
yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi
yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi
yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi
yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi
yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi
yang terkait dengan gratifikasi
Menurut
Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi
dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
Model korupsi lapis pertama:
Model korupsi lapis pertama:
Berada
dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari
pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan
publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion)
dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas
pelayan publik lainnya.
Model
korupsi lapis kedua:
Jarring-jaring
korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan
perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada
korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara
beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level
nasional.
Model korupsi lapis ketiga:
Model korupsi lapis ketiga:
Korupsi
dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat
penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga
internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai
mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota
jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.
4.
KONDISI
YANG MENDUKUNG MUNCULNYA KORUPSI
Kondisi yang mendukung munculnya
korupsi diantara nya :
·
Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang
tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik.
·
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan
jaringan "teman lama".
·
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai
kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup
yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang
menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh
suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji
pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh
Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of
three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W
Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960
situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji
sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa
dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak
diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang
diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah,
2007)
·
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau
mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
·
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah
penyuapan atau "sumbangan kampanye".
5.
DAMPAK
NEGATIF
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius
terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan
tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan
proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos
(niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru
dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi
juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki
koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi
publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih
banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan
pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi
yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan
perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya
diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada
diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator
Asia, seperti Soeharto yang
sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih
memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan
dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun,
melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian
pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu
teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu
faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat
dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan
mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
Kesejahteraan
umum negara
Korupsi politis ada di banyak
negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis
berarti kebijaksanaanpemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat
peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan
perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan
pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada
kampanye pemilu mereka.
6.
BENTUK-BENTUK
PENYALAH GUNAAN KORUPSI
Korupsi
mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga
penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi
memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima
sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup
sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara
yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan
negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
Duabelas
negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan tentang
korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai
berikut:
Menurut
survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:
Namun
demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan
berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari
penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak
ada).
Sumbangan kampanye dan "uang haram"
Di arena
politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi
untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip
menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah
karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka.
Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah
menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi
politis.
7.
FAKTOR
YANG MENYEBABKAN SESEORANG MELAKUKAN KORUPSI
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi
dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
/kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan
seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :
§ Ketiadaan
atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham
dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
§ Kelemahan
pengajaran-pengajaran agama dan etika.
§ Kolonialisme,
suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi.
§ Kurangnya
pendidikan.
§ Adanya
banyak kemiskinan.
§ Tidak
adanya tindakan hukum yang tegas.
§ Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
§ Struktur
pemerintahan.
§ Perubahan
radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul
sebagai penyakit transisional.
§ Keadaan
masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau
sering disebut GONE Theory,
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
§ Greeds(keserakahan)
: berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam
diri setiap orang.
§ Opportunities(kesempatan)
: berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang
sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan
kecurangan.
§ Needs(kebutuhan)
: berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk
menunjang hidupnya yang wajar.
§ Exposures(pengungkapan)
: berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku
kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa
faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar
organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan
faktor-faktor Opportunitiesdan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan
korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang
kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Lain lagi yang
dikemukakan oleh OPSTIB Pusat, Laksamana Soedomo yang menyebutkan ada lima
sumber potensial korupsi dan penyelewengan yakni proyek pembangunan fisik,
pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan, pemberian izin usaha, dan
fasilitas kredit perbankan.
Timbulnya korupsi disebabkan oleh berbagai hal, salah
satunya budaya lokal. Budaya yang dianut dan diyakini masyarakat kita telah
sedikit banyak menimbulkan dan membudayakan terjadinya korupsi. Pada masyarakat
jawa dikenal budaya mbecek,
upeti, patron-kliendan lain sebagainya. Budaya-budaya tersebut boleh jadi
dikatakan sebagai akar dari timbulnya korupsi di kemudian hari. Dalam budaya
Patron-Klien, diyakini bahwa Patron memiliki kebesaran hak dan kekuasaan,
sedangkan klien terbatas pada kekecilan hak dan kebesaran kewajiban terhadap
patron. Klien selalu berupaya meniru apa yang dilakukan patron, serta
membenarkan setiap tindakan patronnya. Hal tersebut didasari karena adanya
pandangan bahwa semua yang berasal dari patron dianggap memiliki nilai budaya
luhur. Patron tidak dapat menolak tindakan tersebut, termasuk tindakan yang
tidak terpuji, anti-manusiawi, merugikan orang lain yang kemudian disebut
dengan korupsi. Umunya klien sering memberikan barang-barag tertentu kepada
patronnya, dengan harapan mereka akan diberikan pekerjaan ataupun upah lebih
tinggi. Klien juga memberikan penghormatan yang berlebihan kepada patronnya.
Korupsi kecil tersebut lambat laun meluas kepada kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Proses penyebaran korupsi tersebut disebut dengan continous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa disekitarnya.
Korupsi kecil tersebut lambat laun meluas kepada kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Proses penyebaran korupsi tersebut disebut dengan continous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa disekitarnya.
8.
INDIKASI
YANG MENYEBABKAN MELUASNYA TINDAKAN KORUPSI
Dan menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi
yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
1.
Pendapatan atau gaji yang tidak
mencukupi.
2.
Penyalahgunaan kesempatan untuk
memperkaya diri.
3.
Penyalahgunaan kekuasaan untuk
memperkaya diri.
4.
Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed
Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
5.
Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari
satu orang.
6.
Korupsi pada umumnya melibatkan
keserbarahasiaan.
7.
Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan
keuntungann timbale balik.
8.
Berusaha menyelubungi perbuatannya
dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
9.
Mereka yang terlibat korupsi adalah
mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu
untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
10. Setiap
tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau
masyarakat umum.
11. Setiap
bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
12. Setiap
bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
13. Perbuatan
korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
9.
CARA
MENCEGAH DAN STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI
Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah
begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum
(kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini
perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk
melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap
akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat
didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
§ Pendekatan
pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
§ Pendekatan
pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
§ Pendekatan
pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga
strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu :
Strategi Preventif.
Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu
dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
Strategi Deduktif.
Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat
berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi
suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin
ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
Strategi Represif.
Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi
sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga
proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
1. Konsep
“carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana
yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai
negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan,
pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak
bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan
masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena
tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi
hukuman mati.
2. Gerakan
“Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan
rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang
lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan
dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini
pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari
dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan.
Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3. Gerakan
“Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki
komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang
status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan
dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur
organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang
sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
4. Gerakan
“Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia.
Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat
yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan
menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara
lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau
seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
5. Gerakan
“Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan
orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada
pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada
mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena
korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
Pemerintah
Indonesia memang sudah berupaya untuk melakukan pemberantasan korupsi melaui
proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Namun semuanya juga harus melihat dari sisi
individu yang melakukan korupsi, karena dengan adanya faktor-faktor yangt
menyebabkan terjadinya korupsi maka perlu adanya strategi pemberantasan korupsi
yang lebih diarahkan kepada upaya-upaya pencegahan berdasarkan strategi
preventif, disamping harus tetap melakukan tindakan-tindakan represif secara
konsisten. Serta sukses tidaknya upaya pemberantasan korupsi tidak hanya
ditentukan oleh adanya instrument hukum yang pasti dan aparat hukum yang
bersih, jujur,dan berani serta dukungan moral dari masyarakat, melainkan juga
dari political will pemimpin negara yang harus menyatakan
perang terhadap korupsi secara konsisten.